Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Penelitian Dosen

[Charirmasirfan.xyz – Penelitian] Dalam dunia akademik, dosen tidak hanya dituntut untuk mengajar, tetapi juga menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas. Penelitian menjadi salah satu jalan utama untuk itu. Namun, tidak jarang penelitian dosen justru terjebak dalam rutinitas administratif: menulis karena kewajiban kenaikan jabatan, menyusun laporan penelitian sekadar formalitas, atau bahkan memilih topik asal-asalan agar cepat selesai. Hasilnya, penelitian kehilangan ruh dan hanya berhenti sebagai tumpukan dokumen di perpustakaan.

Di sinilah filsafat ilmu hadir sebagai fondasi. Ia bukan sekadar konsep abstrak, melainkan peta jalan yang menuntun peneliti agar tidak kehilangan arah. Ontologi, epistemologi, dan aksiologi merupakan tiga pilar utama filsafat ilmu yang saling terkait. Ontologi menuntun kita memahami “apa yang sebenarnya kita teliti”, epistemologi memberi arahan “bagaimana cara mengetahuinya”, sementara aksiologi mengingatkan “untuk apa penelitian ini dilakukan dan siapa yang akan mendapat manfaatnya.” Tanpa ketiganya, penelitian dosen ibarat kapal yang berlayar tanpa kompas.

Identifikasi Masalah: Penelitian Dosen yang Terjebak di Permukaan

Tidak bisa dipungkiri, banyak penelitian dosen yang tampak “ramai” di tataran metodologi, tetapi sepi di kedalaman filosofis. Fenomena ini wajar, karena tekanan administratif sering kali membuat dosen lebih fokus pada teknis. Misalnya, mereka sibuk dengan uji regresi, analisis korelasi, atau validasi instrumen, tetapi lupa mengapa variabel tersebut penting untuk diteliti. Akibatnya, penelitian berhenti pada angka dan tabel, tanpa makna yang lebih mendalam.

Menurut Soetriono dan Rita Hanafie (2010) dalam bukunya Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, penelitian yang tidak ditopang oleh filsafat ilmu cenderung kehilangan orientasi. Objek penelitian menjadi kabur, metode yang dipilih sering tidak tepat, dan hasilnya minim manfaat. Inilah masalah utama yang banyak dialami dosen: penelitian menjadi rutinitas administratif, bukan panggilan intelektual.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman filosofis agar penelitian dosen lebih bermakna. Caranya adalah dengan kembali ke tiga pertanyaan fundamental: apa hakikat objek yang diteliti (ontologi), bagaimana cara memperoleh pengetahuan (epistemologi), dan untuk apa pengetahuan itu digunakan (aksiologi).

Ontologi: Menemukan Hakikat Objek Penelitian

Sebelum seorang dosen memutuskan metodologi atau menyusun instrumen penelitian, ada satu pertanyaan mendasar yang sering terlewat: sebenarnya apa yang sedang saya teliti? Pertanyaan ini membawa kita pada ranah ontologi, yaitu cabang filsafat ilmu yang membahas tentang hakikat realitas. Tanpa kejelasan ontologis, penelitian bisa salah arah, seperti arsitek yang membangun rumah tanpa tahu jenis tanah yang dipijaknya.

Dalam praktik sehari-hari, banyak dosen memilih topik penelitian hanya karena sedang populer atau mudah dijalankan. Misalnya, penelitian tentang “pembelajaran berbasis digital” dilakukan tanpa memahami apa yang dimaksud dengan “digital” dalam konteks pendidikan: apakah sekadar penggunaan aplikasi, atau transformasi cara berpikir mahasiswa? Ontologi mengingatkan kita agar tidak berhenti di permukaan, melainkan menyelami hakikat fenomena.

Apa itu Ontologi dalam Filsafat Ilmu?

Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang membahas tentang hakikat realitas. Ia menanyakan: apa yang ada?, apa yang nyata?, dan apa hakikat dari sesuatu yang kita teliti? Dalam penelitian dosen, ontologi berarti menyelami objek penelitian bukan hanya di permukaan, tetapi hingga akar terdalamnya.

Sebagai contoh, ketika seorang dosen meneliti motivasi belajar mahasiswa, pertanyaan ontologis tidak berhenti pada definisi “motivasi” menurut buku teks psikologi pendidikan. Lebih jauh, ia perlu bertanya: Apakah motivasi itu sesuatu yang inheren dalam diri mahasiswa, ataukah hasil konstruksi lingkungan? Apakah motivasi bisa diukur dengan angka, atau hanya bisa dipahami melalui narasi pengalaman? Pertanyaan-pertanyaan ini membuat penelitian lebih tajam dan bermakna.

Masalah Umum Dosen di Level Ontologi

Banyak penelitian dosen tidak memiliki kejelasan ontologis. Objek penelitian sering diambil karena “lagi tren”, bukan karena dipahami hakikatnya. Misalnya, topik “pembelajaran berbasis AI” atau “generasi Z” dipilih karena populer, tanpa menggali apa hakikat dari fenomena tersebut. Akibatnya, penelitian menjadi dangkal dan cepat usang.

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1990) dalam Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, kesalahan ontologis sering menyebabkan penelitian tidak konsisten. Misalnya, ketika peneliti menganggap “sikap” mahasiswa bisa diukur hanya dengan angka, padahal hakikat “sikap” lebih kompleks daripada sekadar skor angket.

Solusi Praktis

Untuk mengatasi masalah ontologis, dosen bisa menerapkan langkah-langkah berikut:

  • Gunakan pertanyaan esensial sebelum meneliti:
    1. Apa yang sebenarnya saya teliti?
    2. Mengapa objek ini penting?
    3. Bagaimana hakikat fenomena ini dipahami dalam berbagai disiplin?
  • Buat research map sederhana. Peta ini berfungsi untuk memetakan objek penelitian ke dalam realitas yang lebih luas. Misalnya, “motivasi belajar” bisa dipetakan sebagai fenomena psikologis, sosial, sekaligus budaya.
  • Kombinasikan literatur lintas bidang. Dengan membaca teori dari psikologi, sosiologi, hingga filsafat pendidikan, peneliti bisa memahami objek secara lebih utuh.

Epistemologi: Menentukan Cara Mendapatkan Pengetahuan

Jika ontologi menjawab apa yang diteliti, maka epistemologi menjawab bagaimana cara mengetahuinya. Cabang filsafat ini berbicara tentang sumber, batas, dan metode memperoleh pengetahuan. Dalam penelitian dosen, epistemologi berfungsi sebagai peta jalan yang menuntun langkah teknis agar tidak salah pilih metode.

Banyak peneliti terburu-buru menentukan metodologi tanpa menimbang kesesuaian dengan objek. Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian antara realitas yang diteliti dengan instrumen yang digunakan. Misalnya, meneliti “nilai moral mahasiswa” dengan angket pilihan ganda tentu akan menghasilkan data yang miskin makna. Epistemologi hadir untuk mengingatkan dosen bahwa cara memperoleh pengetahuan harus selaras dengan hakikat objek yang dikaji.

Apa itu Epistemologi dalam Filsafat Ilmu?

Epistemologi adalah cabang filsafat ilmu yang membahas cara memperoleh pengetahuan. Pertanyaan utamanya: bagaimana saya tahu bahwa sesuatu itu benar? Dalam konteks penelitian, epistemologi berhubungan langsung dengan metodologi.

Jika ontologi menanyakan “apa yang diteliti?”, maka epistemologi menanyakan “bagaimana cara menelitinya?”. Misalnya, ketika meneliti motivasi belajar, apakah cukup dengan survei kuantitatif? Atau perlu wawancara kualitatif untuk menggali pengalaman mahasiswa?

Masalah Umum Dosen di Level Epistemologi

Kesalahan umum dosen adalah memilih metode penelitian asal-asalan. Banyak yang ikut-ikutan menggunakan kuantitatif karena dianggap lebih “ilmiah”, padahal objek yang diteliti lebih tepat ditangani secara kualitatif.

Kerlinger (2000) dalam Foundations of Behavioral Research menegaskan bahwa metode penelitian harus selaras dengan sifat objek. Bila tidak, hasil penelitian menjadi bias. Misalnya, meneliti “pengalaman spiritual mahasiswa” dengan angket skala Likert tentu tidak memadai, karena pengalaman spiritual tidak bisa direduksi menjadi angka.

Solusi Praktis

  • Selaraskan metode dengan ontologi objek penelitian.
    1. Jika objek bersifat subjektif (pengalaman, makna, nilai), gunakan pendekatan kualitatif.
    2. Jika objek bersifat objektif (data statistik, hubungan variabel), gunakan pendekatan kuantitatif.
  • Gunakan pendekatan campuran (mixed methods). Ini sangat bermanfaat jika objek penelitian memiliki dimensi ganda, misalnya pembelajaran daring yang melibatkan data kuantitatif (partisipasi) sekaligus data kualitatif (pengalaman mahasiswa).
  • Perkuat validitas dengan triangulasi. Jangan hanya mengandalkan satu instrumen, kombinasikan wawancara, observasi, dan dokumen agar hasil lebih kaya.

Dengan cara ini, epistemologi tidak lagi terasa abstrak, tetapi benar-benar menuntun peneliti memilih strategi yang tepat.

Aksiologi: Menentukan Nilai dan Tujuan Ilmu

Setelah jelas apa yang diteliti (ontologi) dan bagaimana cara menelitinya (epistemologi), langkah berikutnya adalah bertanya: untuk apa penelitian ini dilakukan? Pertanyaan ini membawa kita pada wilayah aksiologi, cabang filsafat ilmu yang membahas nilai, tujuan, dan manfaat pengetahuan.

Bagi dosen, aksiologi sangat penting agar penelitian tidak berhenti sebagai formalitas administratif. Penelitian yang baik bukan hanya menambah daftar publikasi, tetapi juga memberi dampak nyata: memperkaya bahan ajar, memberi solusi atas masalah pendidikan, atau bahkan membentuk kebijakan yang lebih adil. Aksiologi mengingatkan kita bahwa ilmu bukanlah menara gading; ia harus berpijak di bumi, memberi cahaya bagi kehidupan nyata.

Apa itu Aksiologi dalam Filsafat Ilmu?

Aksiologi adalah cabang filsafat ilmu yang membahas nilai, manfaat, dan tujuan ilmu. Pertanyaan kuncinya: untuk apa pengetahuan ini saya teliti, dan siapa yang akan mendapat manfaatnya?

Dalam konteks penelitian dosen, aksiologi mengingatkan bahwa ilmu tidak pernah netral. Ia selalu memiliki konsekuensi etis dan sosial. Penelitian bukan hanya untuk menambah angka kredit jabatan fungsional, tetapi juga untuk memberikan kontribusi nyata bagi mahasiswa, masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Masalah Umum Dosen di Level Aksiologi

Sayangnya, banyak penelitian dosen hanya berhenti sebagai laporan administratif. Hasilnya tidak pernah dipublikasikan di jurnal bereputasi, tidak disosialisasikan ke masyarakat, bahkan tidak dijadikan bahan ajar. Akibatnya, penelitian tidak memiliki nilai manfaat yang nyata.

Menurut John Dewey (1938) dalam Logic: The Theory of Inquiry, ilmu pengetahuan seharusnya selalu diarahkan untuk menyelesaikan masalah nyata dalam kehidupan. Jika penelitian tidak memberi dampak, maka ia kehilangan makna aksiologisnya.

Solusi Praktis

  • Selalu tanyakan impact research: siapa yang diuntungkan dari penelitian ini? Mahasiswa, guru, sekolah, atau masyarakat?
  • Gunakan prinsip values-based research. Pastikan penelitian tidak hanya valid secara metodologis, tetapi juga etis dan relevan dengan kebutuhan nyata.
  • Konversi hasil penelitian ke dalam aksi nyata. Misalnya, penelitian kurikulum tidak hanya berhenti di laporan, tetapi dijadikan bahan rekomendasi kebijakan kampus.

Integrasi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Penelitian Dosen

Ontologi, epistemologi, dan aksiologi bukanlah bagian yang berdiri sendiri. Ketiganya ibarat segitiga emas penelitian yang saling menopang. Ontologi menentukan apa yang diteliti, epistemologi menentukan bagaimana cara menelitinya, dan aksiologi menentukan untuk apa penelitian itu dilakukan.

Analogi sederhananya: penelitian ibarat membangun rumah. Ontologi adalah fondasinya (apa yang dibangun), epistemologi adalah teknik membangunnya (bagaimana cara membangun), dan aksiologi adalah tujuan rumah itu (untuk siapa rumah dibuat). Tanpa fondasi, rumah roboh; tanpa teknik, rumah tidak kokoh; tanpa tujuan, rumah tidak bermanfaat.

Untuk memudahkan integrasi, dosen bisa menggunakan research checklist berbasis tiga pilar ini sebelum memulai penelitian:

  • Ontologi: apakah objek penelitian jelas hakikatnya?
  • Epistemologi: apakah metode sesuai dengan objek?
  • Aksiologi: apakah penelitian ini bermanfaat secara nyata?

Refleksi: Dari Sekadar Kewajiban Menjadi Panggilan Ilmiah

Jika direnungkan, penelitian dosen bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi panggilan intelektual. Penelitian adalah cara dosen untuk berkontribusi pada kemajuan ilmu dan perubahan sosial. Dengan memahami filsafat ilmu, penelitian yang kita lakukan akan memiliki kedalaman, ketepatan, sekaligus kebermanfaatan.

Ontologi mengajarkan kita untuk tidak asal memilih topik, epistemologi menuntun kita agar tidak asal memilih metode, dan aksiologi mengingatkan agar penelitian tidak berhenti di meja birokrasi. Dengan tiga fondasi ini, penelitian dosen bisa menjadi lebih bermakna: tidak hanya menambah angka kredit, tetapi juga membangun peradaban.

Penutup

Filsafat ilmu dengan tiga pilar utamanya—ontologi, epistemologi, dan aksiologi—menjadi fondasi penting bagi penelitian dosen. Ontologi memastikan objek penelitian jelas dan berakar pada hakikat realitas. Epistemologi menuntun pemilihan metode agar sesuai dengan sifat objek. Aksiologi mengingatkan tujuan penelitian agar berdampak pada kehidupan nyata.

Dosen yang mampu mengintegrasikan ketiganya akan menghasilkan penelitian yang bukan hanya valid secara akademis, tetapi juga bermakna secara filosofis dan sosial. Dengan begitu, penelitian dosen akan keluar dari jebakan administratif dan menjadi panggilan intelektual yang sejati.

FAQ

1. Apa itu filsafat ilmu dalam penelitian dosen?

Filsafat ilmu adalah dasar berpikir kritis tentang hakikat (ontologi), metode (epistemologi), dan tujuan (aksiologi) penelitian.

2. Mengapa dosen perlu memahami ontologi, epistemologi, dan aksiologi?

Agar penelitian tidak dangkal, tepat metode, dan memberi manfaat nyata bagi mahasiswa, ilmu, dan masyarakat.

3. Bagaimana contoh penerapan ontologi dalam penelitian pendidikan?

Misalnya, meneliti “motivasi belajar” bukan sekadar angka survei, tapi menggali hakikat motivasi sebagai fenomena psikologis dan sosial.

4. Apa kesalahan umum dosen di level epistemologi?

Memilih metode penelitian asal-asalan atau hanya ikut tren tanpa menyesuaikan dengan hakikat objek penelitian.

5. Bagaimana aksiologi memandu penelitian dosen?

Aksiologi mengingatkan tujuan penelitian agar tidak hanya untuk kenaikan jabatan, tapi juga membawa dampak positif pada pendidikan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*